Kecelakaan Pesawat Sukhoi di Gunung Salak (Human Reliability)
Pada tanggal 9 Mei 2012 sebuah pesawat Sukhoi Superjet 100 yang sedang melakukan penerbangan demonstrasi dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Indonesia menghilang secara tiba-tiba dari pantauan petugas bandara. Pesawat yang dimiliki oleh pihak Rusia yang sedang melakukan uji coba / joy flight dari salah satu jenis pesawatnya yaitu Sukhoi Superjet 100 (SS100). Sehari setelah menghilang, pesawat tersebut ditemukan di gunung Salak dalam bentuk puing-puing. Ditengarai bahwa pesawat tersebut langsung menabrak sisi berbatu gunung [1].
Penerbangan tersebut adalah demonstrasi yang kedua pada hari itu. Dalam pesawat terdapat 6 orang awak kabin, 2 orang perwakilan dari Sukhoi, dan 37 orang penumpang. Pada pukul 15:30 (08:30 UTC), Pilot Alexander Yablonstev, yang belakangan diketahui baru pertama kali menerbangkan pesawat di Indonesia meminta izin untuk menurunkan ketinggian dari 10.000 kaki (3,000 m) ke 6.000 kaki (1,800 m). Otoritas Pemandu Lalu Lintas Udara memberikan izin dan komunikasi tersebut merupakan kontak terakhir dengan pesawat yang saat itu sekitar 75 mil laut (139 km) selatan Jakarta, di sekitar Gunung Salak.
Dalam kejadian kecelakaan pesawat terbang terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan, yaitu berupa faktor manusia (human factor), faktor pesawat terbang (machine), dan faktor media antara lain cuaca. Faktor manusia (human factor) mempunyai andil paling besar yaitu 66%; disusul oleh faktor pesawat terbang (machine) 31.8% dan faktor cuaca 13.2% [2]. Sukhoi ini merupakan salah satu kecelakaan yang mayoritas dipengaruhi oleh kesalahan faktor manusia. Dari kondisi pesawat yang diproduksi pada tahun 2009, telah mengumpulkan lebih dari 800 jam terbang pada saat hilang. Pesawat SS100 ini termasuk pesawat modern karena memiliki teknologi canggih yang dapat meminimalisir penyebab terjadinya kecelakaan karena faktor pesawat (machine) itu sendiri [3]. Sukhoi Superjet 100 merupakan sebuah pesawat yang dikembangkan oleh Sukhoi. Pesawat ini merupakan salah satu pesawat terbaru di Rusia dan merupakan pesawat penumpang Rusia pertama yang dikembangkan setelah pecahnya Uni Soviet [1].
Walaupun pesawat ini memiliki sistem yang sangat canggih, terjadi kesalahan teknis yang mendukung terjadinya kecelakaan. Sistem navigasi dan peringatan dini yang dimiliki pesawat seperti theater airborne warning system (TAWS) juga seharusnya bekerja memberikan informasi ke pilot. TAWS adalah perangkat peringatan dini pada pesawat mengenai rintangan di luar. Menurut Sukamto, Safety Manager PT Sky Aviation “Kalau ada lereng atau tebing di sekitar pesawat berkilo-kilometer sebelumnya, TAWS akan keluarkan bunyi tanda peringatan ke pilot. Harusnya alat ini bekerja apalagi dengan pesawat secanggih Sukhoi, pasti ada jarak yang cukup jauh sehingga TAWS ini akan berbunyi lebih cepat.”[4]
Selain masalah teknis, ditengarai juga faktor media seperti cuaca mendukung terjadinya kecelakaan. Berdasarkan data ilmiah disampaikan oleh Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin. Ia memperkirakan, Sukhoi menabrak tebing Gunung Salak saat menghindari awan Cumulo Nimbus yang menjulang setinggi 37.000 kaki (11,1 km). “Logika sederhananya, pilot akan mencari jalan keluar yang paling aman. Namun menaikkan pesawat untuk mengatasi awan mungkin dianggap terlalu tinggi, dari 10.000 kaki harus terbang melebihi 37.000 kaki. Karena itu, pilihannya hanya mencari jalan ke kanan, kiri, atau bawah,” paparnya.
Namun faktor yang menurut para ahli paling besar berpotensi menyebabkan kecelakaan ini ialah faktor manusia. Pelaksana Tugas Wakil Presiden Rusia, Dmitry Rogozin menilai untuk sementara bahwa, penyebab kejatuhan pesawat Sukhoi SJ 100 adalah faktor kesalahan manusia dan kerusakan teknis. Pilot kehormatan dan ahli keamanan penerbangan Rusia, Vladimir Gerasimov menduga bahwa kecelakaan terjadi karena kelalaian pilot. “Pesawat jet menabrak gunung, ini berarti dia turun lebih rendah dari batas aman,” katanya. Gerasimov menambahkan, saat pesawat sedang terbang, ada ketinggian minimal untuk medan mulus, daerah perbukitan, dan daerah pegunungan. “Jika jet sampai celaka, berarti ada aturan ketinggian yang dilanggar”. Gerasimov mengatakan, jika reruntuhan pesawat terletak 1.5 kilometer dari titik terakhir komunikasi dengan ATC (Air Traffict Control), itu berarti kecelakaan terjadi hanya beberapa detik setelah kehilangan kontak[5].
Selain dari pihak pilot Sukhoi, menurut Sukamto kejadian ini juga disebabkan oleh kelalaian pihak ATC (Air Traffic Control). Pihak ATC memberi izin pesawat untuk turun ke 6.000 kaki. Sukamto menilai jika alasan ATC karena pilot meminta turun saat di atas landasan Atang Sanjaya yang merupakan kawasan yang aman, maka ada hal janggal lainnya yang timbul. Pasalnya, pesawat tersebut justru mengarah ke lereng Gunung Salak, dan ada kemungkinan terbang rendah di kawasan tersebut. “Kalau pesawat komersil biasa, prosedur turun 10.000 ke 6.600 belok kiri di Atang Sanjaya, lalu belok kiri lagi dari 6.000 ke 2.500 masuk ke Halim. Itu yang saya tidak mengerti, kenapa pesawat justru belok ke kanan, bukan ke kiri, walaupun bila dalam kondisi joyflight tidak ada aturan apa pun, ” kata Sukamto. Dugaan adanya manuver yang dilakukan sang pilot pun muncul. Namun, Sukamto memastikan bahwa dalam aturan joy flight pesawat penerbangan sipil, manuver tidak bisa dilakukan secara ekstrem. “Kalau dia coba-coba, itu sudah melanggar, dan tidak mungkin dia lakukan karena resikonya sangat besar,” kata Sukamto.
Dari hal-hal tersebut dapat dianalisa faktor-faktor manusia yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan Sukhoi Superjet 100 ini. Faktor terbesar ialah pilot yang belum berpengalaman dalam melakukan penerbangan di Indonesia. Dalam hal ini pilot mengambil keputusan secara mendadak dengan menurunkan tinggi pesawat, padahal medan yang dilalui belum dipahami secara benar oleh pilot. Selain itu pihak ATC juga ikut andil dengan mengijinkan pesawat untuk terbang rendah, padahal pesawat berada di area pegunungan. Faktor lain yang mendukung seperti masalah teknis dimana radar TAWS tidak dapat berfungsi juga dapat dikaitkan dengan faktor manusia. Apakah dalam penerbangan joy flight ini pesawat telah dicek kondisi mesin dan sistemnya secara baik. Apabila radar ini berfungsi dengan baik maka pilot akan mengetahui apabila terdapat halangan berupa gunung didepan pesawat.
Referensi
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Kecelakaan_Sukhoi_Superjet_100_di_Gunung_Salak
[2] http://www.raihanrn.com/2012/05/penyebab-kecelakaan-pesawat.html